Showing posts with label Kuliah. Show all posts
Showing posts with label Kuliah. Show all posts

Dec 27, 2012

Pengaruh Konformitas dalam Tawuran Pelajar

Ini adalah essai argumentatif untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Psikologi Sosial. Tema yang diangkat adalah mengenai perilaku konformitas siswa remaja.

Masa remaja adalah masa adolescene dimana seorang individu lebih dekat dengan teman-teman sekolahnya dibanding keluarga. Aktivitas remaja biasanya akan mendapatkan pengaruh sosial lebih banyak oleh teman-teman sekolah dibanding keluarga dan masyarakat. Siswa remaja lebih banyak melakukan suatu tingkah laku hanya karena ingin mengikuti atau menyamakan tingkah laku dengan teman-temannya (konformitas). Hal ini bisa menjadi kunci utama bahwa pengaruh sosial dari lingkungan luar keluarga merupakan faktor utama pembentuk tingkah laku siswa remaja. Salah satu bentuk tingkah laku siswa remaja yang kerap kali dipengaruhi oleh pengaruh sosial konformitas adalah tawuran antar pelajar.
Gerard, Wilhelmy, & Connoley (2006) berpendapat bahwa jumlah mayoritas dalam kelompok akan meningkatkan konformitas yang terjadi. Hal ini sejalan dengan pendapat Brown, Clasen, & Eicher (1986) bahwa remaja lebih banyak menerima tekanan yang mendesak untuk melakukan konformitas daripada memilih melakukan kesalahan karena perilaku pribadi. Pendapat kedua ahli ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Rambe (1997, dalam Sarwono & Meinarno, 2009). Hasil penelitian Rambe (1997, dalam Sarwono & Meinarno, 2009) menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara bentuk konformitas dengan tingkat harga diri yang dimiliki individu. Konformitas yang dimaksud merupakan  penyesuaian menerima tekanan atau dorongan dari anggota kelompok sesuai dengan tingkat harga diri, rendah atau tinggi. Selain itu,  Baron, Branscombe, & Byrne (2008, dalam Sarwono & Meinarno, 2009) berpendapat bahwa konformitas tidak menyebabkan suatu perilaku karena adanya keinginan individu untuk mempertahankan kontrol terhadap hidupnya.
Menurut saya, pengaruh konformitas yang tinggi dapat menyebabkan semakin tingginya keikutsertaan untuk melakukan hal yang sama dengan kelompok. Hal ini dikarenakan pengaruh kohesivitas kelompok, besar kelompok, dan norma sosial yang ada. Walaupun Baron, Branscombe, & Byrne mengatakan bahwa konformitas tidak terjadi karena keinginan individu untuk mempertahankan kontrol terhadap hidupnya, akan tetapi mereka tidak menyangkal bahwa semakin besar kelompok maka akan semakin banyak orang yang berperilaku dengan cara-cara tertentu sehingga semakin banyak yang mau mengikutinya. Hal ini menunjukan bahwa pengaruh sosial konformitas turut berperan dalam suatu perilaku individu. Balitbang Depdiknas (1996, Siregar, 2003) mengatakan bahwa interaksi dan komunkasi dengan teman yang cukup erat akan banyak menghasilkan persamaan yang mempengaruhi pembentukan perilaku remaja. Dalam hal ini perilaku remaja turut dapat dipengaruhi oleh tingkat konformitas yang tinggi.
Tawuran pelajar adalah modus baru kejahatan di kota-kota besar. Mereka bergerombol atau berkumpul di tempat-tempat keramaian (halte, mall-mall, jalan-jalan protocol) siap mencari lawannya, tetapi tak jarang sasaran mereka justru pelajar sekolah yang tidak pernah ada masalah dengan sekolahan mereka. Dengan berpura-pura menanyakan nama seseorang yang mereka cari, dengan beraninya merampas atau meminta uang dengan paksa kepada pelajar yang mereka temui. Dengan berbekal senjata tajam, gier, rantai, alat pemukul mereka siap mencari sasaraan dan melakukan tindak kekerasan. Para pelajar ini menurunkan kebiasan buruknya kepada adik-adik kelasnya, sementara mereka sudah naik satu jenjang menjadi senior. Dengan berbekal pengalaman tawuran ini, jadilah senior kelas yang memiliki bibit-bibit kekerasan. Salah satu tawuran pelajar yang terjadi akhir-akhir ini yaitu perkelahian antara SMA 6 dan SMA 78 Jakarta (Koran Kompas).
Soekadji (1992, dalam Sarwono & Meinarno, 2009) mengujarkan hasil penelitian bahwa perkelahian pelajar merupakan tawuran pelajar yang terjadi karena para pelajar mewarisi budaya atau tradisi yang diwariskan oleh kakak-kakak kelas mereka. Rambe (1997, Sarlito & Meinarno, 2009) mengatakan bahwa perkelahian pelajar menjadi salah satu bentuk implementasi solidaritas tinggi diantara teman sekolah. Solidaritas tinggi tersebut membuat siswa merasa memiliki keharusan untuk melakukan konformitas dengan cara melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan temannya. Konformitas adalah suatu bentuk pengaruh sosial dimana individu mengubah sikap dan tingkah lakunya agar sesuai dengan normal sosial yang ada (Baron, Byrne, dan Branscombe, 2008). Dalam hal ini, konformitas yang dilakukan siswa adalah tawuran.
Pada umumnya alasan melakukan konformitas karena orang tidak selalu membuat keputusan yang terpisah, melainkan mereka melihat ke orang lain untuk membimbing pikiran dan tindakan (Hornsey, Majkut, Terry, & McKimmie, 2003). Hal ini bisa saja dipengaruhi oleh tekanan yang datang dari sesama teman sekolah. Ketika teman mengalami suatu permasalahan, siswa akan menginginkan dia dianggap sebagai teman yang baik dan setia (pencitraan). Namun di satu sisi, dia tidak ingin melakukan tawuran pelajar karena mengetahui dampak yang bisa muncul akibat terlibat dalam tawuran pelajar. Pada kondisi yang autokinectic phenomenon ini, norma sosial berkembang dalam kondisi yang ambigu (Sarwono & Meinarno, 2009). Siswa mencoba memenuhi kebutuhannya untuk melakukan suatu hal yang bisa dikatakan benar oleh lingkungan sosialnya. Namun, karena sedang berada dalam kondisi yang ambigu, dia mencoba mencari kebenaran dengan memutuskan pilihan untuk mengikuti apa yang diharapkan kelompok teman sekolahnya. Dalam hal ini, yang dilakukan oleh teman-temannya adalah tawuran.
            Ada bukti yang berkembang bahwa ketika orang merasa suatu keharusan moral untuk berperilaku dengan cara tertentu, ada hubungan kuat antara sikap dan perilaku mereka (Manstead, 2000, dalam Hornsey, Majkut, Terry, & McKimmie, 2003). Bukti ini bisa menjelaskan bagaimana disonasi kognitif yang terjadi pada siswa ketika harus memilih mengikuti atau tidak tawuran pelajar yang dilakukan oleh teman-teman sekolahnya. Walaupun siswa berusaha untuk tidak ikut terlibat dalam perilaku tawuran, akan tetapi adanya dorongan dan tekanan dapat menyebabkan siswa melakukan tawuran bersama teman-temannya.
            Dalam percobaan Hornsey, Majkut, Terry, & McKimmie (2003), ditemukan bahwa partisipan yang memiliki dasar moral yang lemah untuk sikap, maka mereka sesuai dengan norma kelompok pada perilaku pribadi. Sebaliknya, mereka yang memiliki dasar moral yang kuat bagi sikap, mereka menunjukkan ketidaksesuaian pada perilaku pribadi dan kontra-sesuai pada perilaku masyarakat. Insiden ketidaksesuaian dan kontra-sesuai dibahas dengan mengacu pada teori dan penelitian tentang pengaruh normatif. Hal ini menunjukan bahwa siswa yang memiliki dasar moral sikap yang lemah, maka akan lebih mudah terpengaruh pada perilaku sosial yang dilakukan teman-temannya. Alhasil, dia akan lebih mengikuti apa saja yang dilakukan temannya. Namun, apabila dia memiliki dasar moral sikap yang kuat, maka dia akan menyeleksi terlebih dahulu tingkah laku apa yang sesuai untuk dilakukan.
Tawuran pelajar ini tidak sesuai normal sosial yang ada. Tawuran pelajar merupakan tingkah laku yang tidak sesuai karena mengganggu kenyamanan, ketentraman, dan kedamaian. Selain itu, tawuran pelajar juga menjadi aktivitas yang menggangu proses belajar para siswa di sekolah. Dapat dikatakan bahwa tawuran pelajar merugikan pihak pelajar sendiri dan masyarakat yang ada. Padahal yang dimaksud sesuai dengan norma sosial adalah kesesuaian antara tingkah laku dan aturan-aturan yang ada dalam lingkungan sosial (Sarwono & Meinarno, 2009). Hal ini tentu tidak sesuai dengan norma sosial, terutama injunctive norms dan descriptive norms.
Bentuk ketidaksesuaian tawuran pelajar dengan injunctive norms adalah tidak menjaga kenyamanan, keamanan dan kedamaian di lingkungan masyarakat. Hal ini tertulis secara eksplisit dalam peraturan-peraturan yang ada dalam masyarakat (Sarwono & Meinarno, 2009). Mengganggu kenyamanan, keamanan, dan kedamaian dapat menimbulkan banyak protes dari berbagai pihak. Hal ini tentu bisa menimbulkan permasalahan baru yang dapat meresahkan banyak pihak. Maka dari itu, tawuran pelajar menjadi suatu hal yang harus dicegah karena tidak sesuai dengan injunctive norms yang ada.
Selain tidak sesuai dengan injunctive norms, tawuran pelajar juga tidak sesuai dengan descriptive norms. Descriptive norms merupakan norma sosial yang bersifat implisit dan tidak dinyatakan secara tertulis dan tegas (Sarwono & Meinarno, 2009). Descriptive  norms yang dimaksud adalah nilai kesopanan dalam bertingkah laku dimasyarakat. Tawuran pelajar banyak melibatkan perilaku-perilaku yang saling tidak menghargai dan toleransi. Padahal nilai dalam masyarakat mengungkapkan bahwa harus saling menghargai dan toleransi. Masih ada perdebatan tentang mengapa descriptive norms dapat mempengaruhi sikap dan perilaku. Di satu sisi, siswa mungkin tidak pasti apa yang harus pikirkan dan lakukan dalam suatu situasi. Dalam keadaan ini, siswa mungkin bergantung pada orang lain untuk menentukan apa yang benar, terutama jika kelompok referensi dipandang termotivasi dan kompeten. Bentuk pengaruh disebut sebagai informational influence bukan rational process. Hal ini adalah cara fungsional mendefinisikan posisi dalam menghadapi informasi yang terbatas (Hornsey, Majkut, Terry, & McKimmie, 2003),. Pengaruh informational influence  ini diinternalisasi oleh siswa sehingga menyebabkan perubahan pada tingkah laku.
Myre (1998, dalam Sarlito & Meinarno, 2009) mengatakan bahwa faktor penyebab tingkah laku konformitas pada pelajar pelaku tawuran pelajar ada dua hal, yaitu acceptance dan compliance. Faktor acceptance terjadi karena konformitas kelompok menyediakan informasi yang tidak dimiliki pelajar, sehingga pelajar memiliki keyakinan dan bertingkah laku sesuai dengan tekanan teman-temannya. Namun, pada compliance, pelajar mencoba bertingkahlaku seperti tekanan kelompok namun sebenarnya secara pribadi dia tidak menyetujui tingkah laku tersebut.
            Konformitas pada hubungan sosial dengan teman-teman harus dapat dikendalikan dengan baik oleh masing-masing individu. Pengaruh konformitas yang tinggi turut meningkatkan perilaku tawuran pelajar. Hal ini menunjukan bahwa konformitas tidak selamanya memberikan hal positif pada hubungan pertemanan, melainkan juga hal negatif. Oleh karena itu, pihak keluarga, sekolah, dan masyarakat sebaiknya bekerjasama untuk memperhatikan, mensosialisasikan, dan menanamkan nilai dan norma sosial yang sebenarnya pada para pelajar agar mereka tidak melakukan tawuran pelajar.



Daftar Pustaka

Baron, R. A., Byrne, D., & Branscombe, N. R. (2008). Social Psychology. Edisi 12.
Boston: Pearson.
Brown, B. B., Clasen, D. R., & Eicher, S. A. (1986). Perceptions of peer pressure, peer
conformity dispositions, and self-reported behavior among adolescents.
Developmental Psychology. 22(4), 521-530. doi : http://dx.doi.org/10.1037/0012-1649.22.4.521
Gerard, H. B., Wilhelmy, R. A., & Connoley, E. S. (2006). Conformity and group size.
Journal of Personality and Social Psychology. 8(1), 79-82. Abstrak diunduh dari
Hornsey, M. J., Majkut, L., Terry, D. J., & McKimmie, B. M. (2003). On being loud and
proud: Non-conformity and counter-conformity to group norms. The British Journal
of Social Psychology, 42, 319-35. Diunduh dari http://search.proquest.com/docview/219172185?accountid=17242
Kistyarini. (2012). Tawuran pelajar di pancoran, 3 siswa diamankan. Diunduh dari
ran.Tiga.Siswa.Diamankan
Sarwono, S. W., Meinarno, E. (2009). Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika
Siregar, M. B. (2003). Penanggulangan masalah tawuran pelajar sebagai tingkah laku
Penanggulangan%20masalah-TOC.pdf

Dec 3, 2012

Analisis Iklan Layanan Masyarakat dan Komersial Mata Kuliah Psikologi Media

Ini adalah tugas ujian tengah semester Psikologi Media yang dikerjakan dengan power of kepepet. Tugas ini benar-benar penuh perjuangan mengerjakannya ditengah kesibukan tugas-tugas kuliah dan aktivitas kepanitiaan. Semoga bisa bermanfaat bagi pembaca.


Analisis Iklan
Sukseskan Penanaman 1 Milyar Pohon dan Cerebrofit



1. Pendahuluan
Media massa merupakan salah satu alat komunikasi yang memberikan banyak informasi, baik aktual maupun faktual kepada masyarakat. Media massa baik berupa koran, majalah, radio, maupun televisi merupakan media massa yang kebanyakan memberikan informasi satu arah. Salah satu media massa yang modern dan tiada hentinya memberikan informasi adalah televisi. Televisi melalui tayangan-tayangannya mampu mempengaruhi daya informasi yang ditangkap oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan informasi-informasi yang ditayangkan memberikan pengaruh tersendiri pada tingkah laku dan pola pikir masyarakat. Selain itu, televisi juga cukup berperan bagi masyarakat dalam proses sensasi pikiran. Masyarakat yang menonton televisi hanya mampu menerima tanpa bisa melakukan konfimasi atau afirmasi langsung terhadap informasi yang diberikan.
Salah satu jenis tayangan televisi yang memiliki porsi tayangan hingga ratusan kali per hari adalah iklan. Setiap hari tayangan iklan yang ditampilkan kebanyakan bertujuan untuk komersial, hanya sedikit saja untuk layanan masyarakat. Salah satu contoh tayangan iklan komersial adalah iklan produk kesehatan cerebrofit, sedangkan salah satu contoh iklan layanan masyarakat adalah penanaman pohon sebanyak 1 milyar. Kedua iklan ini bertujuan untuk mempersuasif masyarakat agar berprilaku dan bersikap sesuai dengan yang diinginkan perancang iklan. Iklan cerebrofit bertujuan agar masyarakat membeli produk kesehatan mereka tersebut, sedangkan iklan layanan masyarakat mengenai penanaman pohon bertujuan agar masyarakat mengetahui dan menjaga esensi penanaman pohon.
Hal ini dapat berdampak baik sekaligus buruk bagi tingkah laku dan pola pikir masyarakat. Iklan seharusnya dapat dikritisi secara cerdas dan benar agar tidak mempengaruhi tingkah laku dan pola pikir masyarakat ke arah yang tidak diinginkan atau terjerumus mengarah tujuan perancang iklan. Masyarakat juga harus menyadari bahwa menonton iklan tanpa mengkritisi hanya akan berdampak sebagai perceived reality.
2. Observasi
      Observasi iklan ini dilakukan pada dua iklan tayangan televisi, yaitu iklan layanan masyarakat penanaman 1 milyar pohon dan iklan komersial produk kesehatan cerebrofit.
 2.1. Iklan Produk Kesehatan Cerebrofit
Dalam iklan cerebrofit, terlihat situasi kelas dimana ada seorang guru yang sedang melatih kecakapan hitung dan pola pikir anak muridnya. Sosial setting kelas ini diatur sedemikian rupa dengan lukisan-lukisan anak didinding, bangku tempat duduk, dan meja anak-anak yang sesuai dengan ukuran badan anak murid dikelas tersebut. Iklan ini diiringi dengan musik yang membuat suasana terlihat santai.
Pada awal iklan, terlihat ada seorang anak mengenakan kaos oranye yang aktif menunjukan kemampuannya. Anak tersebut menjawab dengan gesit setiap pertanyaan gurunya. Ketika ditanya mengenai jumlah jerapah yang ada dipapan tulis, anak tersebut menjawab dengan cara berbeda dari anak yang lainnya. Dia tidak hanya mengacungkan tangan dan meneriakan jawaban, melainkan juga mengangkat papan angka yang merupakan jawaban dari pertanyaan gurunya. Gurunya tersenyum dan bertepuk tangan atas jawaban muridnya yang benar.
Sikap guru yang melatih anak-anak muridnya sembari senyum menunjukan sikap yang positif terhadap kemampuan-kemampuan anak muridnya. Pertanyaan kedua yang memerlukan kemampuan berjalan atau berlari pun bisa dijawab oleh anak berkaos oranye tersebut. Dia segera berlari kedepan kelas dan memasang mata jerapah pada boneka jerapah yang tinggi. Temannya yang berlari dan mencoba memasang mata jerapah kesusahan karena tinggi jerapah yang jauh lebih tinggi dari ukuran badannya. Anak tersebut langsung menekuk mukanya, dan mengernyitkan dahi melihat anak berkaos oranye yang sedang tersenyum. Pada ujung iklan ada tulisan yang diiringi musik “Tumbuh tinggi dan cerdas bersama cerebrofot gold”. Setelah itu, tampak seorang anak yang senyum lebar hingga terlihat giginya yang putih sedang memainkan hadiah permainan puzzle upin ipin produk cerebrofot gold tersebut. Anak tersebut bersorak gembira karena berhasil menyusun puzzle upin ipin tersebut.
Iklan ini diiringi dengan musik yang awalnya santai kemudian berubah menjadi tempo semangat diakhir iklan. Selain tempo musik yang berbeda di awal dan akhir, alur cerita dalam iklan ini menunjukan spesifikasi tersendiri. Pada awal iklan, diceritakan mengenai anak yang cerdas menjawab pertanyaan gurunya dan memiliki postur tubuh yang jauh lebih tinggi dari teman-temannya. Kemudian, diakhir cerita tampak produk kesehatan cerebrofit yang menyimpulkan bahwa anak dapat tumbuh tinggi dan cerdas bersama cerebrofit. Cara penyampaian yang sederhana melalui verbal dan non-verbal membuat iklan ini lebih mudah dipahami bagi anak-anak, orangtua, dan masyarakat umum. Contoh dari bahasa verbal yang digunakan antara lain cerdas dan intonasi nada bicara yang naik turun, sedangkan contoh bahasa non-verbal yang digunakan antara lain tepuk tangan dan senyum.
2.2 Iklan Sukseskan Penanaman 1 Milyar Pohon
Iklan untuk menyukseskan penanaman 1 milyar pohon ini merupakan iklan layanan masyarakat yang menggambarkan peran penting dalam penanaman pohon-pohon. Dalam iklan digambarkan alur cerita yang jelas mengenai setiap peran penting pohon bagi kehidupan sehari-hari. Dalam iklan  ditayangkan ada enam peran penting pohon yang disampaikan secara sederhana menggunakan bahasa verbal dan non-verbal. Enam peran penting tesebut yaitu, penghasil oksigen, penangkal banjir dan longsor, sebagai cadangan air bersih, sumber pangan, sumber papan, dan penyejuk udara.
Pada awal iklan dimulai dengan musik klasik dan kalimat yang bertulisan bahwa pohon itu sumber rezeki. Adegan ini menampilkan sepasang suami istri yang sudah berusia lanjut sedang menghirup oksigen sembari tersenyum. Sepasang suami istri tesebut saling bergantian menatap pepohonan hijau disekelilingnya.  Kemudian, berganti dengan adegan dimana seorang pemuda sedang menanam bibit pohon dalam plastik hitam kecil yang telah berisi tanah. Tanaman-tanaman itu disiram dengan air dan digabungkan dengan bibit-bibit pohon yang telah disiapkan untuk ditanam diladang. Pemuda tersebut terlihat tersenyum sembari menghela nafas lega melihat pohon-pohon tersebut. Tidak lama kemudian ada tulisan yang bermakna bahwa pohon sebagai penangkal banjir dan longsor.
Adegan ketiga merupakan adegan yang memperlihatkan bahwa pohon-pohon menghasilkan cadangan air yang bersih. Adegan ini dimulai dengan perempuan yang menengadahi air embun yang terjatuh didaun dengan gelas. Setelah itu, ditampilkan satu keluarga yang sedang makan buah-buahan dan sayur-sayuran ditengan pepohonan. Buah-buahan dan sayur-sayuran tersebut berwarna cerah dan mengkilap. Tidak lama kemudian terlihat tulisan bahwa pohon sebagai sumber pangan. Selain itu, ditampilkan juga seorang bapak atau insinyur yang sedang membuat rumah menggunakan pondasi dasar pohon. Dengan kata lain, pohon bisa dijadikan sebagai sumber papan. Kemudian, ditampilkan anak-anak yang sedang bermain ditengah pepohonan sembari tersenyum dan menghirup udara segar. Setelah adegan terakhir, iklan ini ditutup kembali dengan tulisan yang mengatakan bahwa banyak pohon maka banyak rezeki.
Setiap perilaku dalam adegan iklan ini menampilkan bahwa pohon banyak memberi manfaat dalam kehidupan sehari-hari. Alur yang jelas dalam setiap adegan memudahkan dalam memahami bahasa verbal dan non-verbal. Bahasa verbal menggunakan kalimat-kalimat dan bahasa non-verbal menggunakan gambar-gambar membuat cara penyampaian informasi yang tidak menoton. Musik yang rileks mengiringi iklan ini membuat diri mampu persuasif untuk melakukan gerakan menyukseskan penanaman 1 milyar pohon.
3. Analisis
Iklan produk kesehatan cerebrofit dan penanaman 1 milyar pohon memiliki beberapa perbedaan dalam hal tipe iklan dan tujuan iklan, dampak iklan, teori-teori iklan yang digunakan, dan psychological appeal. Berikut penjelasan mengenai keempat hal tersebut.
3.1 Tipe dan Tujuan Iklan
            Iklan cerebrofit termasuk dalam tipe iklan komersial atau menjual. Tipe iklan komersial merupakan tipe iklan yang membujuk dan persuasi penonton agar membeli produk yang ditayangkan. Hal ini senada denga tujuan iklan komersial, yaitu untuk mempengaruhi dan membentuk realitas baru bagi penonton. Perancang iklan merancang iklan yang mampu menarik perhatian banyak penonton untuk membeli dan menggunakan produk ini dalam jangka panjang atau berkelanjutan. Iklan ini juga berusaha menumbuhkan kebutuhan penonton akan produk kesehatan yang dapat membantu mencerdaskan anak dan menambah postur tinggi anak. Tipe iklan ini berusaha untuk mencari profit, salah satunya dengan cara memberi informasi melalui iklan mengenai hadiah yang akan didapat apabila memberli produk ini dalam jangka waktu tertentu.
            Berbeda dengan iklan cerebrofit yang tergolong komersial, iklan penanaman 1 milyar pohon merupakan tipe iklan layanan masyarakat. Tipe iklan ini merupakan iklan non-profit dan mengutamakan hal-hal yang dapat membangun kenyamanan hidup masyarakat. Iklan ini bertujuan untuk memberikan himbauan agar masyarakat menjaga esensi pohon sebagai penghasil oksigen, penangkal air dan banjir, cadangan air bersih, sumber pangan, sumber papan, dan penyejuk udara.

3.2. Teori Komunikasi Media Massa Iklan
a. Teori Sosial Cognitive
Perilaku ini dimulai dengan mengamati perilaku orang lain dan meniru perilaku yang diamati tersebut (Harris, 2004). Teori social cognitive erat berkaitan dengan teori Bandura “social learning”. Apabila dikaitkan dengan media, menurut Bandura (2002; Harris, 2004) terdapat empat sub-fungsi observasi media. Pertama, seseorang harus terkena exposed dari media. Kedua, harus mampu memahami dan mengingat apa yang diamati secara simbolis (encode). Ketiga, mampu menerjemahkan konsep-konsep simbolis kedalam tingkah laku yang sesuai. Keempat, adalah motivasi baik internal maupun eksternal.
Iklan cerebrofit berusaha untuk menggambarkan bagaimana pentingnya kecerdasan anak dan penambahan postur tubuh tinggi anak dengan minum produk cerebrofit. Iklan ini berusaha menampilkan informasi bahwa anak dalam iklan tersebut cerdas dan tinggi setelah minum cerebrofit. Iklan ini juga berusaha mempengaruhi anak-anak untuk melakukan imitasi terhadap iklan yang dirancang dengan objek tokoh anak pra sekolah. Hal ini dilakukan agar anak tertarik untuk meniru perilaku minum cerebrofit yang dilakukan anak yang bisa dianggap seusia dengan dirinya. Iklan ini juga berusaha menghadirkan simbolis seperti hadiah puzzle upin ipin. Anak dalam iklan tersebut juga terlihat bersorak gembira saat memainkan puzzle tersebut. Hal ini bisa mempengaruhi anak untuk tertarik membeli cerebrofit tersebut. Selain itu, orangtua juga dapat terpengaruh membeli produk ini karena selain esensi iklan yang terlihat natural, hadiah cerebrofit juga bisa dijadikan hadiah mainan untuk anaknya.
Berbeda dengan iklan cerebrofit, iklan penanaman pohon berusaha mengajak para penonton untuk menanam dan menjaga pohon. Hal ini dilakukan untuk mempengaruhi pikiran masyarakat supaya turut menjaga kenyamanan lingkungan bersama. Hal yang paling mempengaruhui kognitif penonton adalah objek tokoh yang beragam mulai dari anak-anak hingga yang usia lanjut. Selain itu, kalimat-kalimat yang sederhana namun bermakna disetiap adegan juga dapat mempengaruhi kognitif penonton agar dapat melakukan gerakan penanaman pohon.
b. Teori Cultivation
Teori ini merupakan teori yang memberitakan mengenai hal-hal yang diberitakan secara berulang-ulang agar penonton terpengaruh dan persuasif (Sarwono, S.W. & Meinarno, E. A., 2004). Salah satu poin penting dalam teori cultivation adalah perubahan dari orang-orang yang mempunyai berbagai persepsi tentang realiti sosial menjadi persepsi yang sama, dimana penonton mempelajari fakta dengan cara mengamati apa yang ditanyangkan televisi (Harris, 2004). Dalam teori cultivation media atau khususnya televisi dianggap mempunyai pengaruh berkepanjangan yang kecil, gradual, tidak langsung tetapi signifikan dan kumulatif. Apabila iklan cerebrofit maupun penanaman 1 milyar pohon ditayangkan secara berulang-ulang hingga seseorang yang mencoba menolak akhirnya melakukan hal yang sesuai dengan iklan, maka orang tersebut telah terpengaruh efek cultivation ini. Pengaruh iklan dalam teori ini tidak bersifat langsung, namun ada proses dan tahapan yang tidak disadari penonton. Hal ini dipengaruhi oleh frekuensi menonton media, memory traces, formulate beliefs, dan media sosial reality.
c. Teori uses & gratification
Pada umumnya, para perancang iklan baik iklan komersial maupun layanan masyarakat berusaha agar penonton memilih dan menggunakan cara yang digunakan dalam iklan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan teori uses & gratification (Blumer & Katz, 1974; Harris, 2004). menekankan pada peran aktif dari penonton atau penggunan media untuk memilih dan menggunakan media tertentu. Pengguna media mencari sumber media yang dapat memenuhi kebutuhannya
d. Agenda Setting
Menurut McCombs & Gilbert (1986; Harris, 2004)  agenda setting adalah kemampuan dari media massa untuk membentuk kognisi penonton dan melakukan perubahan dari kognisi yang sudah ada. Dari pengertian ini, dapat disimpulkan bahwa perancang iklan berusaha agar penonton membentuk framing baru mengenai iklan ini. Iklan cerebrofit mencoba melakukan framing melalui gambar-gambar dan boneka-boneka dalam iklan agar anak-anak mengasosiakan benda-benda tersebut dengan produk cerebrofitnya. Berbeda dengan iklan cerebrofit, iklan penanaman 1 milyar pohon melakukan framing melalui penggunaan kata pada setiap adegan tokoh yang berganti. Hal ini juga dapat membentuk framing bahwa setiap mendengar kata-kata tersebut, seperti “Banyak pohon itu banyak rezeki” akan diasosiasikan dengan peran-peran pohon dalam membawa rejeki.
e. Teori Schema
Pengertian dari schema adalah bagian dari panduan tentang sebuah pemahaman dan ingatan tentang informasi yang sebelumnya (Brewer & Nakamura, 1984; Rumelhart, 1980; Thorndyke, 1984; Harris, 2004). Seseorang yang menerima informasi baru akan menyesuaikan informasi tersebut dengan informasi yang telah diterima sebelumnya. Setelah membentuk informasi baru, orang tersebut akan menyesuaika informasi baru tersebut dengan informasi berikutnya. Dalam iklan cerebrofit, hal yang disesuaikan adalah permainan baru dan obat yang diminum. Kadangkala, orangtua mengasosiasikan anak yang telah minum cerebrofit mampu menjadi cerdas dan tinggi. Ketika ada informasi baru mengenai produk yang mampu membuat anak cerdas dan tinggi, orangtua bisa saja tidak akan mempercayai hal itu atau bisa jadi terpengaruh dengan berita tersebut sehingga melupakan informasi mengenai cerebrofit sebelumnya.

3.3 Dampak Iklan
            Iklan yang ditayangkan dala televisi dapat memberikan berbagai dampak pada masyarakat yang menonton. Adapun menurut Gilles (2003) dampak-dampak yang dapat muncul dari tayangan-tayangan iklan tersebut adalah sebagai berikut.
a. Behavioural Effect. Setiap setelah menonton iklan cerebrofit atau penanaman pohon, penonton ingin meniru perilaku yang dilakukan oleh tokoh dalam iklan dan membeli produk dalam iklan.
b. Attitudinal Effect. Setiap melihat anak-anak minum cerebrofit, langsung mengasosiasikan bahwa anak tersebut mampu menghitung angka-angka yang dijumlahkan seperti dalam iklan. Lain hal dengan iklan penanaman pohon, setiap melihat orang menanam pohon maka akan mengasosiasikan bahwa orang tersebut akan banyak rejeki dan disukai banyak orang.
c. Cognitive Effect. Sebagai contoh, setiap menonton iklan selalu muncul pikiran   bahwa ini adalah obat cerdas dan penambah tinggi bohongan. Setiap menonton iklan penanaman pohon, menjadi berpikir bahwa menyesal pernah menebang pohon sembarangan atau tidak melestarikan pohon.
d. Physiological Effect. Sebagai contoh, selalu merasa detak jantung semakin cepat setiap melihat iklan cerebrofit. Sering merasa marah dan cemas setiap melihat orang yang menebang pohon sembarangan.
4. Perbandingan Kedua Analisis Iklan
4.1 Target Penonton
            Iklan cerebrofit dirancang dengan target penonton orangtua yang sedang memiliki anak-anak usia pra sekolah dan sekolah. Hal ini terlihat dari iklan yang digambarkan dalam social setting di kelas yang terdapat guru sedang mengajar. Selain itu, iklan ini tidak hanya mempengaruhi orangtua tapi juga menargetkan pada anak-anak. Hal ini dapat disimpulkan dari akhir iklan yang ditutup dengan anak yang sedang bermain puzzle upin ipin untuk menarik perhatian anak-anak.
            Berbeda dengan iklan cerebrofit, iklan penanaman pohon 1 milyar ini memiliki target penonton semua umur. Hal ini dapat disimpulkan dari tokoh-tokoh dalam iklan yang berasal dari berbagai umur. Esensi lain target penonton semua umur yaitu, semua orang dapat menanam pohon agar banyak rezeki dan mampu membantu menyukseskan penanaman 1 milyar pohon.
4.2 Psychological Appeal
4.2.1 Iklan Cerebrofit
            Iklan cerebrofit termasuk dalam fear appeals. Hal ini dikarenakan iklan ini melibatkan informasi mengenai kesehatan yang harus dijaga dan meningkatkan kecerdasan serta tinggi badan.
4.2.2 Iklan Penanaman 1 Milyar Pohon
            Iklan penanaman 1 milyar pohon termasuk dalam jenis informational appeals. Hal ini dapat dilihat dari informasi-informasi yang disajikan dalam iklan merupakan informasi-informasi untuk menghumbau membantu menyukseskan penanaman 1 milyar pohon.







5. Kesimpulan
Tipe dan tujuan iklan tergantung dari perancang iklan. Iklan komersial lebih mengarah untuk mencari profit dan lebih mengutamakan kepentingan sendiri, sedangkan iklan layanan masyarakat tidak berusaha mencari profit melainkan berusaha untuk memberikan himbauan kepada masyarakat agar lebih memperhatikan situasi di sekitar. Masyarakat sebagai penonton bisa mendapatkan pengetahuan dari suatu tayangan iklan, namun bisa juga menjadi korban dari tayangan yang ada. Terkadang informasi yang diberikan dan sebenarnya bersifat mengarahkan, bisa menjadi suatu bentuk pembodohan bagi masyarakat. Hal yang harus diperhatikan dalam iklan yang sesungguhnya memiliki tujuan baik sebagai media penyampaian informasi jangan sampai terkotori dengan hal-hal lain untuk kepentingan suatu pihak atau kepentingan media itu sendiri yang akhirnya berdampak negatif terhadap masyarakat. Dari analisis kedua iklan yang ada dapat disimpulkan bahwa satu informasi yang sama bisa menjadi sangat berbeda tergantung dari penyampaian berita dan agenda setting dari program iklan yang menayangkannya.
6. Rekomendasi
Filterisasi sebaiknya dilakukan masyarakat setiap kali menonton tayangan iklan. Hal ini untuk menghindari penonton hanya sekedar perceived reality belaka. Sebaiknya penonton tidak menerima informasi mentah dari tayangan iklan tanpa berpikir dengan kritis dan benar terlebih dahulu. Selain dari sisi masyarakat yang harus mampu mengkritisi informasi tayangan iklan, pihak pemerintah sebaiknya memperhatikan sisi tayangan iklan agar tidak merugikan salah satu pihak bila perlu membentuk badan pengawas iklan. Pihak media sebaiknya juga tidak hanya menitiberatkan pada keuntungan semata dan mengabaikan hak orang lain.


Daftar Pustaka
Giles, D. (2003). Media Psychology.  London: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.

Harris, R. J. (2004). A cognitive psychology of mass communication. New jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.

Sarwono, S.W., Meinarno, E. A. (2009). Psikologi sosial. Jakarta: Salemba Humanika

Nov 29, 2012

Laporan Hasil Belajar Manajemen Kelas Mata Kuliah Psikologi Pendidikan

Ini salah satu laporan hasil belajar mengenai manajemen kelas, semoga ilmunya bisa bermanfaat bagi para pembaca.

Sinopsis Film

Film ini diangkat dari kisah nyata yang menceritakan seorang guru SD bernama Ron Clark yang memiliki cinta dan kesetiaan pada pekerjaannya. Suatu hari ia pindah ke New York dan mengajar di salah satu sekolah di sana. Sebenarnya, ia ditawari oleh kepala sekolah untuk mengajar di kelas yang kondisinya lebih kondusif. Namun, ia malah memilih mengajar di kelas yang dipenuhi siswa yang terkenal brutal dan sering membuat citra sekolah cukup berantakan.
Ron perlahan-lahan mengubah suasana kelas yang buruk dan tidak menarik tersebut menjadi kelas yang kondusif. Pertama-tama, dia mengubah atmosfer kelas melalui menempel peraturan-peraturan kelas “We are a family” dan kalimat motivasi belajar “Dream big, take risk”. Tidak hanya itu, dia juga rela mengecat ulang warna dinding kelas menjadi warna yang lebih terang sehingga kelas tampak lebih menarik. Selain itu, Ron juga mencoba mengubah tatanan barang-barang dalam kelas. Namun, bentuk bangku auditorium style tetap tidak diubah, hanya saja bangkunya diganti dengan bangku belajar yang lebih baru. Ron bener-bener tulus dan sabar untuk mengajar siswa-siswa yang susah diatur tersebut. Kepala sekolah pun sampe beberapa kali menanyakan kepada Ron mengenai sikapnya yang dianggap terlalu berlebihan dalam membantu keberhasilan belajar siswa.
Suatu hari Ron kehilangan kesabaran dan memarahi salah seorang anak didiknya. Kejadian itu membuatnya merasa telah melakukan kesalahan besar, sehingga memutuskan berhenti mengajar. Untunglah seorang perempuan (yang kemudian menjadi kekasihnya), yang pernah menjadi teman kerjanya (sebagai pelayan) di sebuah restoran tempat Ron mencari nafkah tambahan selama tinggal di kota super mahal itu, mampu membangkitkan semangatnya yang redup. Maka, keesokan harinya pun ia kembali mengajar.
Tidak mudah memang menaklukan siswa di kelasnya itu. Siswa-siswa seolah-olah kompak ingin mengusir setiap guru yang mencoba mengajar di kelas mereka, termasuk Ron. Selain manajemen kelas, Ron juga pernah berusaha mendekatkan diri pada siswa secara individual. Dia mempelajari karakter anak-anak tersebut dan mengajar sesuai dengan hal-hal yang dikuasai anak tersebut. Sebagai contoh, dia membuat lagu RnB yang liriknya merupakan nama-nama presiden AS sebagai metode lain untuk mempelajari sejarah. Padahal hal ini merupakan punishment untuk murid-muridnya, walaupun punishment berupa hal yang menyenangkan. Dia juga melakukan pendekatan di luar kelas dengan cara ikut bermain lompat tali bersama murid-muridnya. Orang tua muridnya juga mendukung metode pengajaran yang dilakukan Ron.
Dengan kesabaran dan metode mengajar yang mampu menarik perhatian siswanya, perlahan kondisi kelas pun semakin membaik. Usaha yang dilakukan Ron menunjukan hasil yang positif. Ron mampu membuat siswa yang sangat nakal dikelasnya menjadi siswa yang mendapatkan peringkat tertinggi dikelas. Tidak hanya itu, kelas Ron yang semula selalu memiliki prestasi terendah menjadi kelas yang memiliki prestasi tertinggi disekolahnya. Ron memberikan reward berupa award kepada semua siswanya, namun ada empat siswa yang hanya memiliki award khusus karena memiliki keahlian lebih dibanding siswa yang lain, yakni dalam bidang seni, matematika, dan bahasa inggris.


Penjabaran Teori

            Dalam melakukan proses mengajar, manajemen kelas perlu diperhatikan untuk membentuk suasana kelas yang berjalan lancar dan murid terlibat aktif dalam pembelajaran (Santrock, 2011). Ron Clark dalam film menunjukan sikap yang berusaha memperbaiki kondisi dan suasana kelas yang diajarnya. Ron berusaha mengubah suasana kelas yang buruk, kacau, dan tidak menarik menjadi kelas yang nyaman dan menarik sebagai tempat belajar. Beberapa hal yang dilakukan Ron untuk meningkatkan prestasi belajar siswanya adalah mendesain lingkungan fisik kelas, menciptakan lingkungan yang positif, menjadi komunikator yang baik, dan melakukan pendekatan dalam menghadapi perilaku yang bermasalah.
Kelas yang dihadapi oleh Ron Clark termasuk kelas yang berpotensi menyebabkan ruangan kelas yang kacau. Kelas Ron Clark kacau karena belum ada manajemen kelas yang baik, belum ada aturan dan prosedur-prosedur di kelas tersebut. Namun belum tentu pula ketika guru telah menetapkan aturan dan prosedur-prosedur tertentu kelas menjadi tidak kacau. Agar manajemen kelas berhasil, aturan dan prosedur tidak cukup hanya disosialisasikan dan diketahui oleh kedua belah pihak (guru dan murid) saja, melainkan harus disepakati bersama atau disetujui oleh kedua belah pihak.
Ron yang awalnya hanya mencoba mengaplikasi dan menerapkan peraturan saja dikelas, mengubah metode pengajarannya dengan cara mengembangkan hubungan dan kesempatan menata diri. Hal ini sejalan dengan pendapat Kennedi dkk (2001, dalam Santrock, 2011),  mengubah manajemen kelas agar siswa mau berdisplin diri dan terlibat dalam pembelajaran aktif. Dia juga mencoba menerapkan musyawarah dalam kelas melalui kerjasama antar siswa melalui aplikasi bahwa mereka semua adalah keluarga. 
Jumlah siswa yang terlalu banyak dalam kelas dapat membuat kelas yang ramai dan kompleks, sehingga dapat menimbulkan kekacauan dan masalah. Masalah utama yang sering muncul yaitu, kurang disiplin. Walter Doyle (1986, Santrock, 2011) menyebutkan ada enam karakteristik kompleksitas lingkungan kelas dan potensi problemnya, yaitu sebagai berikut.
1.      Kelas adalah multidimensional. Banyak aktivitas maka akan mengganggu konsentrasi belajar.
2.      Aktivitas terjadi secara simultan seperti banyaknya aktivitas kelas yang terjadi berkesinambungan.
3.      Hal-hal yang terjadi secara cepat. Sebagai contoh, perdebatan atau siswa yang saling mengejek.
4.      Kejadian yang sering kali tidak bisa diprediksi.Sebagai contoh, kebakaran, murid sakit, atau air conditioner rusak.
5.      Hanya ada sedikit privasi dalam kelas. Terlalu banyak kejadian dikelas yang tidak dapat dikontrol untuk ditutupi membuat siswa mampu melihat segala kejadian dikelas sebe;ah mata, termasuk keadilan guru dalam menyikapi perlikau setiap siswa.
6.      Kelas yang punya sejarah.Umumnya murid melakukan asosiasi antara penanganan kelas yang dilakukan guru yang terdahulu dengan apa yang akan terjadi dimasa mendatang.
Cara yang dilakukan Ron dengan menyampaikan aturan diawal pertemuan dan mengajak murid terlibat dalam semua aktivitas pembelajaran merupakan metode memulai pembelajaran dengan benar (Santrock, 2011). Ada dua tujuan manajemen kelas yang efektif yaitu membantu murid menghabiskan lebih banyak waktu untuk belajar dan mengurangi waktu aktivitas yang tidak diorientasikan pada tujuan, dan mencegah siswa mengalami problem akademik dan emosional.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk efektivitas manajemen kelas adalah mendesain lingkungan fisik kelas, menciptakan lingkungan yang positif, menjadi komunikator yang baik, dan melakukan pendekatan dalam menghadapi perilaku yang bermasalah.

A. Mendesain Lingkungan Fisik Kelas
Menurut Evertson & Emmer (2009, dalam Santrock,  2011) dalam mengatur sebuah ruangan kelas, ada 4 prinsip yang harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut.
     mengurangi kepadatan di tempat lalu lalang karena seringnya gangguan dan pengacauan yang terjadi di area tersebut
     Pastikan pengajar dapat melihat semua muridnya
     Pastikan materi pengajaran dan perlengkapan murid mudah diakses
     Pastikan bahwa siswa dapat dengan mudah mengobservasi keseluruhan kelas

Keempat hal tersebut berkaitan dengan gaya penataan bangku duduk siswa dalam kelas. Gaya penataan fisik kelas ini juga harus disesuaikan dengan tipe pengajaran apa yang akan diterima siswa.
a. Auditorium style. Semua murid menghadap guru dan membatasi kontak mata siswa  
   tatap muka sehingga guru lebih leluasa berpindah posisi.
b. Face-to-face style, siswa duduk saling berhadapan dengan siswa lainnya
c. Offset style, siswa dalam jumlah yang kecil  duduk dibangku tetapi tidak duduk
    berhadapan langsung satu sama lain.
 d. Seminar style, siswa dalam jumlah besar duduk melingkar , atau membentuk huruf U
 e. Cluster style, siswa membentuk kelompok kecil yang efektif dalam aktivitas  
   pembelajaran kolaboratif.

Dalam film ini, Ron Clark menggunakan susunan kelas auditorium style dimana seluruh siswa berhadapan langsung dengan pengajarnya. Susunan seperti ini menghambat terjadinya kontak antara siswa, seperti mengobrol, bercanda, dan lain sebagainya. Susunan seperti ini juga membuat pengajar lebih leluasa bergerak dan berpindah posisi di dalam ruangan kelas tersebut, ia juga dapat menghampiri siswanya dengan leluasa (Santrock, 2011). Ron juga melakukan penyelarasan dalam ruangan kelas tersebut agar lingkungan belajar terasa lebih menyenangkan dan nyaman. Menurut Weinsten dan Mignano (2007), ruangan kelas seringkali menyerupai ruangan motel, menyenangkan tapi bukan untuk perseorangan, tidak menyatakan apapun tentang orang-orang yang menggunakan ruang tersebut (dalam Santrock, 2011). Ron membuat kelas tersebut senyaman mungkin bagi siswanya, seperti mengecat ruangan kelas tersebut dengan warna ungu yang semula berwarna putih, sehingga ruangan kelas terlihat lebih menarik, ia juga menghias kelas tersebut dengan berbagai aturan yang ada di kelasnya, ia menempel kata kata motivasi dalam kelas tersebut.

B. Menciptakan Lingkungan yang Positif untuk Pembelajaran
            Untuk membentuk manajemen kelas yang efektif, Ron mencoba menggunakan strategi umum, mempertahankan aturan dan prosedur, dan mengajak murid untuk bekerja sama. Menurut Diana Baumrind (1971, 1996, dalam Santrock 2011), ada tiga gaya manajemen kelas, yaitu sebagai berikut.
1.      Gaya manajemen kelas otoritatif. Melibatjan siswa dalam kerja sama give and take dan menunjukan sikap perhatian kepada mereka.
2.      Gaya manajemen kelas otoritarian. Gaya yang restriktif dan punitif, serta mengekang dan tidak banya melakukan percakapan dengan siswa.
3.      Gaya manajemen kelas permisif. Memberi banyak otonomi tapi tidak berupa dukungan kepada siswa, sehingga kebanyakan siswa memilki kemampuan yang kurang memadai.

Ron dalam film, menunjukan gaya mananjemen kelas otoritatif. Hal ini terlihat dari beberapa metodenya berupa pendekatan diri secara personal pada tiap siswa. Ron juga rela menggunakan metode pembeljaran dimana dia dibuat sebagai punishment untuk meminum susu agar mendapat perhatian para siswanya dalam menjelasakan mata pelajaran.
            Ron juga menunjuka pengelolaan aktvitas kelas secara efektif. Dia mencoba merespon perilaku menyimpang anak-anak yang sesuai dengan cara manajer kelas Jacob Kounin (1970, dalam Santrock, 2011).
1.      Withitness,  guru mengikuti seberapa jauh apa yang terjadi atau memonitor siswa secara reguler.
2.      Mengatasi situasi tumpang-tindih secara efektif. Dalam film, saat Ron menjelaskan pelajaran dia keluar dan peka bahwa disuatu sudut dua siswanya sedang berkelahi.
3.      Menjaga kelancaran dan kontinuitas kelas.
4.      Melibatkan murid diberbagai aktivitas menantang. Ron memberikan soal-soal yang mudah namun diubah menjadi permainan, misal lagu. Kemudian sebagai imbalan yang mendapatkan nilai bagus diberikan permen.

     Dalam menjelaskan mengenai aturan dan prosedur, Ron juga menjelaskan secara masuk akal, memberi alasan yang jelas, dan mengakkan sasaran secara konsisten. Hal dilakukannya dengan cara spesifik, sehingga sebagian besar siswa dapat mengikuti peraturannya. Hingga pada akhirnya semua siswa mematuhi aturan yang dibuatnya dan ditempel didinding.
            Ron dari pertama cara mengajar yang otoritatif, mengajak siswa untuk selalu bekerjasam. Untuk memberikan apresiasi kepada siswa yang dapat merespon secara benar terhadap pelajaran yang diberikan Ron, dia melakukan tiga strategi. Tiga strategi tersebut seperti yang dijelaskan Santrock (2011).
1.      Menjalin hubungan positif dengan siswa
1.      Mengajak siswa untuk berbagi dan mengemban tanggung jawab.
2.      Memberi hadiah pada perilaku yang tepat.

C. Menjadi Komunikator yang Baik
Melakukan manajemen kelas kepada siswa, tentu membutuhkan komunikasi. Cara melakukan komunikasi haus melibatkan aspek bicara, mendengar, dan komunikasi non verbal. Dalam keterampilan berbicara, Ron memiliki gaya bicara didepan siswa yang baik, bersikap tegas (asertif), dan memberi ceramah yang efektif.  Ada empat gaya komunikasi verbal yaitu sebagi berikut.
·         Gaya agresif, cenderung galak kepada orang lain.
·         Gaya manipulatif, berusaha mendapatkan apa yang diinginkan dengan membuat orang merasa bersalah kepada dirinya.
·         Gaya pasif, bersikap tidak tegas dan pasrah.
·         Gay aserif, bertindak tegas dan mengekspresiakan pandangan secara terbuka.

Dalam keterampilan mendengar, cara Ron meminum susu setiap kali menjelaskan pelajaran didepan kelas membuat siswa menjadi mendengar aktif. Mendengar aktif adalah memberi penuh pada pembicara, memfokuskan pada isi intelektual, dan emosional dari pesan. Ron memiliki ide-ide mengajar yang mampu menari perhatian siswanya. Dia juga menggunakan komunikasi nonverbal seperti ekspresi muka, komunikasi mata, sentuhan , dan diam untuk menunjukan responnya terhadap siswa. Seperti saat salah satu siswa dikelasnya ada yang duduk tidak sesuai peraturan, dia meberikan kontak mata yang menandakan bahwa yang dialkukan siswa tersebut salah.

D. Mengahadapi Perilaku Bermasalah
            Dalam menghadapi perilaku bermasalah siswanya, Ron berusaha menggunakan berbagai cara.  Yaitu intervensi minor, intervensi moderat, dan menggunak sumber daya significant others.
            Dalam intervensi minor, strategi efektif yang dapat dilakukan seperti menggunakan isyarat nonverbal, mengoreksi tindakan murid, mendekati murid apabila melakukan kesalahan, memberikan instruksi perilaku, memberi murid pilihan, dan menyuruh murid secara tegas.  Berbeda dari minor, moderat dapat melakukan hal-hal seperti, jangan beri privilase, membuat perjanjian behavioural, mendiskusikan soal time-out, dan mengenakan sanksi pada siswa yang mengganggu aktivitas belajar dikelas.
            Selain itu, Ron juga melakuakn pendekatan menggunakan berbagai orang disekitar siswa untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Ron mencoba melakukan media dengan teman sebaya siswa untuk membantu mengurangi perkelahian antara dua temannya dikeals. Dia juga mencoba melakukan konferensi dengan para orangtua siswa yang perlu melakukan penangan khusus. Dan, Ron meminta bantuan pada kepala sekolah agar dia diberikan keleluasaan untuk memberikan metode mengajar yang berbeda pada kelasnya.

Kelompok:
Hastin Melur Maharti  
Putrie Kusuma Wardhani 
Sahda Febi Wilendari 
Salsabila Mayang Sari 
Syifa Rizkiyani

Daftar Pustaka
Harri. (2008, Agustus 23).The Ron Clark Story. Diunduh dari
http://harblue.multiply.com/reviews/item/28
Santrock, John W. 2011. Educational psychology. Cetakan kelima. New york:
McGraw-Hill.

Diam atau Bergerak

Waktu terus berlalu tapi engkau masih disana Hari terus berlalu tapi engkau masih di singgasana Lepaskan singgasana karena engkau perlu ta...