May 15, 2013

Perjalanan Demi MetpenStat III



14 Mei 2013 lalu saya dan kelima anggota kelompok saya melakukan pengambilan data untuk tugas akhir mata kuliah Metodologi Penelitian dan Statistik III di salah satu SD Swasta di wilayah Pejaten Timur. Karena tempat tidak terlalu jauh, saya bersama ketiga teman saya memutuskan untuk naik angkutan umum kesana. Sedangkan dua teman saya lagi mengendarai motor sembari membawa perlengkapan field study yang seabrek. 

Saya dan ketiga teman saya pertama-tama naik angkutan kota 04 dari Jalan Raya Margonda untuk sampe ke Terminal Pasar Minggu. Kebetulan kami mendapatkan angkutan kota yang kosong, sampe wilayah Lenteng Agung angkutan kota hanya berisi kami 4 orang dan satu pria yang duduk dikursi sebelah sopir. Sejauh itu, keadaan dalam angkutan kota masih aman dan nyaman.

Sampe akhirnya di depan Stasiun Tanjung Barat mulai banyak orang menaiki angkot itu. Hingga hanya tinggal satu tempat duduk kosong sebelah teman saya. Beberapa menit kemudian diisi oleh seorang anak kecil berusia  sekitar 10-13 tahun. Anak kecil ini menggunakan baju dan celana yang dekil. Sangat terlihat kakinya penuh kurap dan kotor karena anak ini menggunakan celana pendek selutut. Anak ini juga menggunakan sandal jepit yang telah kotor dan ukurannya jauh lebih besar dari ukuran kakinya. 
Saya sendiri langsung merasa tidak nyaman atas kehadiran anak ini. Awalnya saya dan teman saya mengira anak ini akan bernyanyi untuk mendapatkan uang a.k.a mengamen. Namun ternyata tidak, anak ini hanya duduk diam didalam angkutan kota itu. 

Satu per satu penumpang mulai turun. Kebutulan saya dan Ririe duduk berdampingan di bagian kursi panjang bermuatan 6 orang. Saya duduk tepat dibelakang sopir, sedangkan Ririe berada disebelah kiri saya. Disebelah kiri Ririe duduklah ada anak kecil tersebut. Saya mencoba mengamati anak itu. 

TERNYATA... Yang saya lihat, anak itu berusaha duduk mendekati Ririe. Padahal kursi cukup lapang dan kosong untuk duduk agak berjauhan. Sampe saya melihat tangan kanan anak itu mencoba meraih sesuatu dari saku celana atau tas Ririe. Kemudian mendadak saya kaget ketika Ririe mengatakan,

"tangannya bisa diam ngga!" (menatap kesal kepada anak kecil tersebut)

Saya tersenyum kepada ririe. Langsung saya duduk bergeser agak menjauh agar Ririe juga bisa menjauh duduk dari anak itu. Kemudian Ririe berkata sesuatu kepada saya,

"Udah dari tadi dia gitu sih" (ekspresi nyolot)

Kemudian didepan pintu ada penumpang yang turun dari angkutan kota. Ririe langsung pindah tempat duduk menjauh sembari menatap tajam anak kecil itu. Ririe juga langsung menggenggam dan memeluk tas nya. Anti dan Debbi yang dari perjalanan awal tertidur langsung terbangun dan menatap aneh dengan kelakuan Ririe. 

Saya tersenyum. Jadilah, saya, anak kecil, dan seorang ibu duduk dibangku yang cukup kosong untuk muatan 6 orang. Anak kecil itu duduk tepat disebelah saya. Saya tersenyum meringai sembari menampakan ekspresi disgust.

Anak itu menaikan kaki kanannya keatas kursi sembari tangannya menggaruk telapak kaki dan luka kakinya.  Kemudian karena saya membuang muka sembari makin menampakkan emosi disgust BANGET, anak itu langsung duduk menjauh paling pojok setelah seorang ibu turun dari angkutan kota itu. Jadilah saya hanya berdua bersama anak kecil tersebut dibangku bermuatan 6 orang, dan duduk dipojok masing-masing.

"Ihh.. Yaampun, ini anak merusak pemandangan banget. Wajar aja Ririe kesal dan nyolot. Cengengeasan lagi ke gw sama Ririe. Hueee.. segera dong sampe di terminal pasar minggu!" (gumam saya dalam hati)

Kemudian ketika tiba di terminal pasar minggu, kami langsung mencari angkutan kota 36. 
Akan tetapi,
Sebelum turun saya memperhatikan dengan tajam anak itu terlebih dahulu. Dia tidak membayar ongkos sama sekali. Dia terlihat bingung dan mengamati apa yang saya dan teman-teman saya lakukan. Ririe langsung turun lebih dahulu kemudian saya dan baru giliran dua teman saya yang lain. 

Karena saya mulai merasa makin tidak nyaman, saya langsung berkata,

"Bang, 4 orang ya" (Sembari langsung menaruh uang ongkos dibangku penumpang depan dan mengabaikan sopir yang sedang sibuk mengembalikan uang kembalian bapak-bapak yang juga turun bersamaan dengan kami)

Saya langsung menarik tangan Ririe dan mengajak menjauh dari angkutan itu. Kemudian Anti dan Debbi buru-buru menyusul saya dan Ririe. Saya sudah merasa aman karena kami berjalan sengaja memutari terminal untuk menjauhkan diri dari anak itu. 

"Ih!" (saya kaget ketika menoleh ke belakang dan melihat anak itu mengikuti saya)

“tadi anak itu ngga sopan banget! Dia nyenggol bagian belakang aku” (debbi berbisik)

“Maksudnya mau ngambil sesuatu?” (Anti bertanya)

Kami terdiam.
Saya langsung mengomel dan menggerutu. Ini anak tidak sopan. Membuntuti saya dan teman-teman kemudian melempar senyum-senyum yang tidak sopan.
Ketika kami bertiga berjalan sejajar, Ririe berlari kesal dan paling depan sendirian. Kemudian anak itu mengejar Ririe yang sendirian sambil senyum-senyum. Kami berusaha berlari menjauh, EH dia malah berlari makin mendekati kami. Kami berusaha berjalan lebih pelan dari dia, dia malah berjalan jauh lebih pelan dari kami. Kami melewati selasar terminal, dia mengikuti. Kami berjalan mengarah kolam, dia juga mendekati. Kami berhenti, EH dia juga berhenti.

Yang jelas, dia berada tepat dibelakang kami dan jaraknya tidak kurang dari 300 meter. BAYANGKAN.
Errrgghh, saya sudah pengen meluapkan emosi. Akhirnya saya berkata,

“Kamu ngapain sih ngikutin kami! Ngga sopan banget!” (saya menghardik dia. EH DIA TERSENYUM)

Akhirnya, kami masing-masing memegang tas kemudian memasukan handphone ke tempat yang aman kemudian berlari sekenceng mungkin untuk menjauh. Tapi, mendadak Ririe berlari ke arah yang berbeda. Ririe berlari ke pusat informasi yang tampak ada satpam. Kami heran, kemudian Ririe berkata,

“Aku laporin dia dulu” (Melengos sembari berlari)

Oh, kami mengerti. Ririe mau melaporkan anak itu ke Pusat Informasi Terminal Pasar Minggu. Kami langsung memutar arah dan berlari mengikuti Ririe. Anak itu kembali senyum-senyum tapi berlari menjauh dari kami. Kami makin mendekati arah satpam, kemudian anak itu berlari sangat kenceng sampai tidak terlihat lagi.

Kemudian satpam keluar dan berkata,

“Yang mana anaknya? Dia ngapain kalian?” (tanya satpam)

“Itu Pak dia sudah lari, ngga tau kemana lagi. Takut kayaknya karena mau dilaporin” (timpal saya)

“haha.. emang dari mana dia mulai naik angkot tadi?”

“tanjung barat. 04.” (bersamaan)

“Oh, mungkin dia orang gila kali atau memang mau nyolong” (kata seorang ibu yang sepertinya barusan saja habis melaporkan kehilangan barang)

“Yasudah sekarang kan sudah ngga ada lagi. Emang kalian pada mau kemana?” (tanya satpam)

“ke strada. Mau naik 36” (debbi menjawab)

“Oh yaudah, kalian tunggu disitu saja bentar lagi palingan lewat kok” (satpam menunjuk ke pojok tempat menunggu)

Kami tersenyum lega dan berterimakasih kepada bapak dan ibu yang cukup menenangkan kami.
Diperjalanan kami sangat siaga jikalau melihat anak kecil memasuki angkot yang sama dengan kami. Kami merasa bahwa ini menjadi salah satu hal yang menimbulkan persepsi negatif terhadap anak-anak jalanan. Ya, tapi mau gimana lagi. Karena kami memang mengalami hal yang tidak mengenakan. Ada baiknya sih berpikir positif melihat situasi kondisi dahulu. Tapi, kalau keadaan sudah begitu yaa mau gimana lagi- Ini adalah satu hal yang paling bikin tambah malas dan was-was naik angkutan kota.


No comments:

Diam atau Bergerak

Waktu terus berlalu tapi engkau masih disana Hari terus berlalu tapi engkau masih di singgasana Lepaskan singgasana karena engkau perlu ta...