Jul 2, 2012

Analisis Kasus Sosial untuk Laporan Tugas Mata Kuliah Individu, Kebudayaan, dan Masyarakat


Fenomena Pembacok Polisi Tewas Dikeroyok

                   Dalam kehidupan sehari-hari, terdapat banyak fenomena-fenomena  sosial yang terjadi. Fenomena- fenomena sosial tersebut dapat menyebabkan permasalahan-permasalahan sosial yang terkait dengan masalah-masalah sosiologis. Dalam Detiknews, 22 April 2012, terdapat salah satu masalah sosial yang terjadi yaitu, pembacok tiga polisi yang tewas karena dikeroyok warga. Hal ini dikatakan permasalahan sosial karena terdapat suatu hal yang bertentangan dengan nilai-nilai yang ada yang mempengaruhi bagaimana sikap dan tingkah laku masyarakat. Permasalahan sosial ini, terkait juga dengan masalah sosiologis karena ada pengaruh sosial terhadap tingkah laku dan sikap masyarakat. Permasalahan sosial ini dapat dikaji dalam tiga perpektif yaitu, sosiolologis, psikososial, dan psikologis.
                   Dalam perspektif sosiologis, masalah sosial dijabarkan dalam tiga hal yaitu, teori fungsional struktural, teori konflik, dan teori interaksionisme simbolik. Dalam teori fungsional struktural, terdapat dua konsep penting yaitu struktur sosial dan fungsi sosial (Meinarno dkk, 2011).  Struktur sosial merupakan pola tingkah laku sosial yang relatif stabil. Dalam masalah sosial diatas, struktur sosialnya adalah rasa senasib sepenanggungan. Struktur sosial memiliki fungsi sosial sebagai konsekuensi sosial terhadap masyarakat keseluruhan. Fungsi sosial dari struktur sosial tersebut menyebabkan masyarakat merasa bahwa polisi yang mengatur ketertiban lingkungannya mendapat perilaku yang tidak semestinya sehingga masyarakat marah dan melakukan keroyok massa terhadap pembacok polisi. Keroyok massa ini juga disebabkan karena perilaku pembacok polisi tersebut melakukan hal yang bersifat pathologis, tidak berpedoman pada nilai-nilai sosial dan kepercayaan yang ada dalam masyarakat (Soetomo, 1995). Perilaku pembacok polisi tersebut juga merupakan perilaku menyimpang dan disorganisasi sosial yang menyebabkan ketegangan dan ketidaksetaraan sosial. Permasalahan ini dapat diselesaikan dengan cara resosialisai (mendiagnosa masalah) atau dengan preventif rehabilitasi didalam penjara (Soerjono Soekanto, 1982).
                    Bertolak belakang dari teori fungsional struktural, teori konflik fokus pada wewenang dan posisi yang menguntungkan atau merugikan kelompok-kelompok tertentu (Soetomo, 1995). Konflik terjadi apabila ada kepentingan yang tidak sejalan dari berbagai kelompok. Dalam masalah diatas, pembacok polisi kemungkinan merasa tidak setuju dengan negosiasi yang terjadi antara dia dan pihak polisi sehingga dia melakukan pembacokan kepada tiga polisi tersebut. Pembacok tersebut berusaha melindungi hak dan berusaha mengungkapkan emosi yang dia rasakan. Namun, hal ini bertentangan dengan kepentingan masyarakat yang menyebabkan adanya konflik nilai. Konflik nilai ini menyebabkan perbedaan nilai dan kepentingan sosial yang mengakibatkan perubahan yang bersifat radikal yaitu keroyok massa.
                   Keroyok massa ini mungkin menguntungkan bagi sebagian masyarakat yang merasa bahwa perilaku itu pantas dilakukan sebagai luapan emosi dan ganjaran bagi pembacok polisi. Namun, bagi sebagian masyarakat lain, hal ini malah merugikan karena bisa memicu kerusakan pada fasilitas-fasilitas umum dan pencemaran nama baik daerah tersebut. Konflik memang memiliki fungsi negatif sebagai pemicu disintegrasi, akan tetapi juga memiliki fungsi positif sebagai alat pemelihara solidaritas, menciptakan aliansi dengan kelompok lain, dan mengaktifkan peran individu yang semula terisolir (Soetomo, 1995). Walaupun terdapat fungsi negatif, akan tetapi konflik sebaiknya dihindari dengan cara kompromi, asimilasi, atau akomodasi agar tidak menimbulkan hal negatif lainnya.
                   Berbeda dari teori fungsional struktural dan teori konflik, teori interaksionisme simbolik lebih membahas hal yang bersifat mikro dan menekankan pada tiga premis. Blumer (Soetomo, 1995 : 48) menyatakan bahwa tiga premis tersebut yaitu, manusia bertindak berdasarkan makna-makna yang ada, makna tersebut berasal dari interaksi sosial, dan makna-makna tersebut disempurnakan dalam proses interaksi yang berlangsung. Dari kasus pembacok polisi, masyarakat menilai bahwa hal tersebut bertentangan dengan nilai dan norma karena tidak sesuai dengan makna nilai yang telah didapat dari kehidupan berinteraksi sosial. Masyarakat memaknai bahwa hal tersebut sebagai kejahatan dan kekerasaan yang tidak sesuai dengan nilai yang dianut. Keroyok massa tersebut tidak melihat latar belakang masalah sosial melainkan memberikan labelling pada pembacok polisi tersebut bahwa dia melakukan tindakan kriminal berupa kekerasan kepada polisi sehingga bagi sebagian masyarakat layak diselesaikan dengan cara kekerasan.
                   Dalam perspektif psikososial, yang dipandang adalah bagaimana pembacok polisi bertindak dalam kehidupan masyarakat. Memunculkan kemungkinan apakah perilaku pembacok polisi tersebut terkait dengan keterbelakangan mental atau tekanan dari keadaan sekitarnya yang mengakibatkan dia berani melakukan perbuatan kriminal tersebut. Hal ini juga bisa dilatarbelakangi bagaimana pembacok polisi tersebut diperlakukan sebagai anggota dari masyarakat tersebut.
                   Permasalahan sosial tersebut jika dibahas dari perspektif psikologi melibatkan tingkah laku manusia yang dibentuk dan dikontrol dari stimulus lingkungan. Pembacok polisi melakukan hal tersebut dimungkinkan karena aspek psikologisnya mempelajari bahwa jika dia mendapat tekanan yang harus dilakukannya adalah menghilangkan hal yang menekan, dalam kasus tersebut hal yang menekan adalah polisi. Skinner (1938, dalam King, 2011) berpendapat bahwa akan ada perilaku yang berubah apabila stimulus-respon juga mengalami perubahan. Pembacok polisi kemungkinan merasa tertekan ketika diintrogasi saat negosiasi dengan polisi sehingga menyebabkan ketertekanan. Ketertekanan psikologisnya tersebut membuat dia berani untuk membacok polisi yang mencoba menenangkannya.
                   Perspektif sosiologis, psikososial, dan psikologis dapat membantu individu atau kelompok dalam menyelesaikan permasalahannya sehari-hari temasuk masalah pembacokan polisi tersebut. Masyarakat bisa melakukan kompromi atau akomodasi terlebih dahulu terhadap pembacok polisi agar dapat mendiagnosa apa latar belakang pemicu masalah sosial tersebut. Jika memang masalah tak terselesaikan, bisa diselesaikan dengan bantuan pihak yang berwajib agar tidak ada pihak yang dirugikan.



Daftar Pustaka

Abdurrahman, M. N. “Pembacok 3 Polisi di Jeneponto Tewas Dikeroyok”.
King, L. A. (2011). The science of psychology. New York: McGraw-Hill.
Meinarno, E. A., Widianto, B., Halida, R. (2011). Manusia dalam kebudayaan
dan masyarakat. Jakarta: Salemba Humanika.
Soekanto, S. (1982). Sosiologi suatu pengantar. Jakarta: Radar Jaya Offset.
Soetomo, Drs. (1995). Masalah sosial dan pembangunan. Jakarta: PT. Dunia
Pustaka Jaya.

Diam atau Bergerak

Waktu terus berlalu tapi engkau masih disana Hari terus berlalu tapi engkau masih di singgasana Lepaskan singgasana karena engkau perlu ta...