Analisis
Peristiwa “Aksi Penolakan Digelar FPI Tidak Terpengaruh”
Berdasarkan
Teori-teori Etika
Banyak sekali peristiwa-peristiwa
yang terjadi dikehidupan sehari-hari yang dapat dianalisis menggunakan
teori-teori etika. Salah satunya adalah peristiwa dalam surat kabar Media
Indonesia, pada 15 Februari 2012. Dalam surat kabar tersebut, terdapat artikel
yang berjudul “Aksi Penolakan Digelar FPI Tidak Terpengaruh”. Artikel tersebut
membahas berita mengenai aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh sekelompok orang
untuk melakukan penolakan atas tindakan yang digelar FPI (Front Pembela Islam).
Para demonstran tersebut terdiri dari rakyat dan artis senior, Jajang C. Noer,
serta sutradara muda, Hanung Bramantyo. Para demonstran yang melakukan aksi
unjuk rasa tersebut memiliki tujuan agar tindakan kekerasan yang didalangi oleh
FPI dilarang pemerintah karena telah banyak menyebabkan tragedi kemanusiaan. Berdasarkan
perspektif etika, peristiwa dalam surat kabar tersebut dapat dianalisis
berdasarkan teori-teori etika, yaitu hedonisme, eudemonisme, dan utilitarisme
klasik.
Apabila ditinjau berdasarkan teori
hedonisme, tindakan yang dilakukan oleh pihak FPI untuk tetap melakukan
pemberantasan korupsi, narkoba, dan miras dapat dianggap baik karena
mendatangkan kesenangan bagi pihak FPI sendiri. Tindakan mereka juga
menimbulkan kesenangan yang dapat meningkatkan kuantitas atau kenikmatan dalam
diri mereka. Tindakan mereka sesuai dengan pendapat John Locke (dalam Bertens, 2005: 241) bahwa hedonisme disebut
baik apa yang menyebabkan atau meningkatkan kesenangan dan sebaliknya disebut
jahat apa yang dapat menyebabkan atau meningkatkan ketidaksenangan apa saja
atau mengurangi kesenangan apa saja pada diri. FPI juga melakukan pengendalian
diri hedonisme agar kesenangan tersebut bermanfaat dengan baik dan tidak
terbawa situasi. Hal ini ditunjukan dari perilaku mereka yang tidak peduli
terhadap demonstran yang melakukan unjuk rasa atas tindakan mereka. Berdasarkan
teori Aristippos (dalam Bertens: 2005: 236), ketidakpedulian yang dilakukan mereka
bertujuan untuk menghindari gerakan kasar berupa ketidaksenangan. Hal ini juga
dapat dilihat dari tindakan beberapa orang tak dikenal yang mengambil
spanduk-spanduk berisi penolakan terhadap FPI dan memukul demonstran. Beberapa
orang yang tak dikenal ini melakukan apa yang menurut mereka menyenangkan
sehingga menghasilkan nilai kesenangan bagi mereka sendiri.
Namun,
apabila ditinjau dari kritik hedonisme, perilaku yang dilakukan oleh pihak FPI
dan beberapa orang yang tak dikenal tersebut merupakan perilaku yang egoisme
karena hanya memuaskan keinginan mereka saja tanpa melihat batasan untuk hak
orang lain. Mereka menganggap bahwa hal itu baik karena menyenangkan bagi
mereka. Padahal, banyak orang lain yang tidak setuju dan berusaha menolak
tindakan yang mereka lakukan, termasuk para demonstran. Hal ini sangat
menunjukan egoisme dari pihak FPI sendiri.
Apabila ditinjau berdasarkan teori
eudemonisme, aksi unjuk rasa yang dilakukan para demonstran merupakan perilaku
yang bertujuan untuk mencapai eudaimonia/
kebahagiaan. Mereka akan merasa bahagia jika tujuan agar pemerintah melarang
tindakan FPI terlaksana. Tindakan mereka dapat dianggap baik karena telah menjalankan fungsi mereka sebagai masyarakat
untuk menyampaikan aspirasi dari rakyat, untuk rakyat, dan demi rakyat. Unjuk
rasa yang dilakukan merupakan cara pemecahan dilema moral yang mereka hadapi
sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan etis yang dapat dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan teori Aristoteles (dalam Bertens, 2005: 243), para demonstran telah
melakukan keutamaan moral berupa keberanian untuk menyampaikan aspirasi melalui
unjuk rasa. Keberanian tersebut merupakan jalan tengah dari banyaknya pilihan
cara-cara rasional untuk menyampaikan aspirasi mereka kepada pemerintah.
Tindakan
para demonstran tersebut juga dapat dinilai baik berdasarkan teori utilitarisme
klasik. Berdasarkan utilitarisme klasik, sesuatu yang dapat mendatangkan
kebermanfaatan dan membuat banyak orang merasa senang dapat dianggap baik. Para
demonstran melakukan aksi unjuk rasa tersebut bukan atas kepentingan pribadinya
melainkan demi kebahagiaan dan kedamaian untuk banyak orang. Mereka melakukan
tindakan tersebut karena tidak ingin melihat masyarakat menjadi korban tragedi
kemanusiaan dari FPI lagi.
Jika aksi unjuk rasa yang
dilakukan para demonstran dapat membuat pemerintah melarang tindakan kekerasan
FPI, maka hal ini dapat mendatangkan kebermanfaatan, kesenangan, dan meningkatkan
kebahagiaan bagi banyak orang. Jadi, hal ini bisa mewujudkan eudemonisme bagi masyarakat
dan utilitarisme bagi pihak demonstran sendiri. Kemudian, hal ini juga dapat
mengurangi perilaku hedonisme yang telah dilakukan oleh pihak FPI.
*******
No comments:
Post a Comment