Rabu, 30 September 2011
Ya Alllah. Ketika melihat hasil nilai Ujian Tengah Semester (UTS) Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Terintegrasi (MPKT) , saya merasa sangat shock. Saya menyadari bahwa nilai yang saya dapat itu jauh dari target nilai perkiraan saya. Saya tidak tahu apa sebabnya hasil nilai saya seperti itu. Mungkin karena kelalaian saya dalam mengerjakan soal atau perasaan saya yang terlalu berlebihan yakin sebelumnya bahwa akan mendapat nilai bagus?
Sekilas terlintas pikiran negatif mengenai hasil nilai UTS saya. Namun, saya langsung mencoba menghapus prasangka buruk itu dengan berpikir
"Saya sangat suka dengan mata kuliah MPKT, tapi mengapa saya tidak bisa menyukai hasil nilai saya sendiri? jika saya memang konsisten, saya harus bisa menerima untuk menyukai hasil nilai UTS saya juga".
Saya langsung tergerak hati untuk mengambil kaca dan tersenyum.
"Saya yakin semua ini ada hikmahnya. Tak perlu saya menangis atau pun meratapi nilai ini ! Saya tetap harus menunjukan bahwa saya bisa dan mampu lebih baik dari ini!".
"Saya sangat suka dengan mata kuliah MPKT, tapi mengapa saya tidak bisa menyukai hasil nilai saya sendiri? jika saya memang konsisten, saya harus bisa menerima untuk menyukai hasil nilai UTS saya juga".
Saya langsung tergerak hati untuk mengambil kaca dan tersenyum.
"Saya yakin semua ini ada hikmahnya. Tak perlu saya menangis atau pun meratapi nilai ini ! Saya tetap harus menunjukan bahwa saya bisa dan mampu lebih baik dari ini!".
Malam harinya, saya terkejut ketika beberapa teman saya mengungkapkan juga rasa kecewa nya akan hasil nilai UTS mereka. Mereka adalah A dan R. Saya tidak menyangka ternyata mereka juga sempat stres dan ingin menangis setelah melihat hasil nilai melalui Sistem Informasi Akademik Kurikulum Next-Generation (SIAK-NG). Saya mencoba menghibur mereka dan memberikan senyuman agar mereka tetap semangat. Wah, saya tidak tahu mengapa saya mampu tegar dihadapan mereka. Padahal dalam hati saya terdapat goresan kecewa yang mendalam akan hasil nilai tersebut.
R mengirim pesan kepada saya bahwa dia tidak puas dengan hasil nilai nya. Dia mengatakan bahwa dia sudah berusaha sepenuh hati mengerjakannya namun mengapa hasil nya seperti itu. Dia menanyakan bagaimana hasil nilai saya, saya menjawab dengan senyum tapi diiringi emotion menangis. Saya tidak tahu harus bicara bagaimana, kecewa saya cukup menguasai mata saya untuk mengeluarkan air mata.
A mengirimi blackberry messenger/ bbm kepada saya dengan emotion kesal, nangis, dan marah. Saya khawatir dia kenapa-kenapa akhirnya saya bergerak pergi ke kamar nya. Ketika tiba di kamar nya, saya terkejut ternyata dia lagi menelpon orang tua nya. Rasa tidak enak hati selintas hadir dihati saya. Namun, dia langsung memecahkan ketidakenakan hati saya dengan mengajak untuk bertemu dosen MPKT esok hari. Wah, pucuk dicinta ulam pun tiba. Saya sebenarnya memang berniat ingin bertemu beliau tapi sedikit enggan apabila mesti seorang diri. Namun, ternyata mendapat teman untuk bertemu enam mata.
Kamis, 01 Desember 2011
Setiap hari kamis A dan saya satu kelas mulai dari kelas mata kuliah Pemahaman Diri hingga kelas mata kuliah Logika dan Penulisan Ilmiah. Setelah selesai kelas terakhir, kami berniat untuk langsung menemui dosen MPKT kami. Tetapi saya menyadari bahwa saat itu emosi saya sedang tidak terkontrol. Akhirnya, saya memutuskan untuk makan siang terlebih dahulu. Alhamdulillah, A juga satu pendapat dengan saya.
Setelah makan siang, perasaan gundah mulai melanda kami.
Me : Gimana nih sms nya? gue bingung
A : Hehe gue juga bingung. Apa bilang aja kita udah didepan ruangannya dan kita mau ketemu
Me : Hah! nggak semudah itu laah. Kita kan mau konfirmasi nilai. Apa telpon?
A : Nggak usah. Mbak nya kan sibuk. Kayaknya lagi seminar apa lah gitu
Me : Oke. gue sms gini aja lah. yang kayak biasaa kita nanya sama mbak nya.
"Mbak, ini mayang dan A. Kalo mbak ada waktu kami mau bertemu skrg utk nanya nilai. bisa mbak?"
"Mbak, ini mayang dan A. Kalo mbak ada waktu kami mau bertemu skrg utk nanya nilai. bisa mbak?"
Dag dig dug perasaan kami. Kami khawatir jika kami mengganggu aktivitas mbak nya. Maklum mbak nya adalah psikolog klinis anak. Kami juga tahu bahwa mbak memiliki banyak pasien yang perlu ditangani. Cukup lama kami menunggu balasan pesannya hingga 15 menit. Namun, belum ada balasan. Akhirnya, kami memutuskan untuk pulang ke asrama.
Di perjalanan pulang, saya dan A sempat tergiur untuk mengikuti seminar bersama Presiden Jerman di Perpustakaan Pusat UI. Namun, bis kuning (bikun) yang berada di depan kami mampu membiaskan keinginan kami itu. Akhirnya kami pulang dengan keadaan bingung. Menunggu balasan sms dari dosen dan batal mengikuti seminar bersama Presiden Jerman.
Setelah tiba di kamar asrama...
grrgrrrgrrrrrr.. New message.
"Iya, jam 2 yaaa "
"Iya, jam 2 yaaa "
Sekarang sudah menunjukan pukul 13.15. Saya dan A baru tiba di menginjakan kaki. Perasaan malas dan bimbang selintas menghampiri. Namun, dengan rasa tanggung jawab, saya dan A memutuskan untuk kembali ke kampus untuk bertemu beliau. Jam 14.00 kami sudah mulai menuju halte bikun dengan tergesa-gesa. Kami khawatir jika dosen yang menunggu kami padahal seharusnya kami. Di tengah kehebohan kami berjalan menuju halte bikun, satu sms dari dosen tersebut masuk.
" maaf, ternyata seminar saya belum selesai sekarang. jam 3 aja yaa"
jreng jreng ..
saya dan A mulai gundah. Sebenarnya kami ini menggangu aktivitas mbak nya atau tidak? Apakah siang itu waktu yang tepat untuk membahas persoalan nilai? Kami sempat terpaku sementara di sofa gedung E1 asrama. Bingung, malas, dan rasa ingin tidur mulai terlihat di raut wajah A. Akhirnya, saya memutuskan untuk tetap pergi dan A juga mengikuti.
" maaf, ternyata seminar saya belum selesai sekarang. jam 3 aja yaa"
jreng jreng ..
saya dan A mulai gundah. Sebenarnya kami ini menggangu aktivitas mbak nya atau tidak? Apakah siang itu waktu yang tepat untuk membahas persoalan nilai? Kami sempat terpaku sementara di sofa gedung E1 asrama. Bingung, malas, dan rasa ingin tidur mulai terlihat di raut wajah A. Akhirnya, saya memutuskan untuk tetap pergi dan A juga mengikuti.
Ketika berada di Gedung C1 Psikologi UI.
Pukul 14.45 kami tiba dan langsung mencari sofa untuk duduk. Ternyata dosen yang kami tunggu telah diruangannya. Namun, aktivitasnya yang sedang sibuk membuat kami sedikit bingung untuk menegur. Dan tiba akhirnya beliau mengatakan
"Ayoo Mayang, A silakan masuk"
"Ayoo Mayang, A silakan masuk"
Pembicaraa enam mata kami mampu membuat pikiran negatif saya mengenai nilai UTS buyar. Saya ternyata beruntung mendapatkan nilai segitu. Alasan-alasan beliau mengenai nilai saya memang sangat rasional dan obyektif. Nilai yang saya dapat memang nilai hasil keringat saya sendiri.
Perkataan dosen saya yang mebuat hati saya tersentuh
"Saya mengoreksi hasil uts kalian dengan obyektif banget dan waktu yang lama banget. ini bisa menghabiskan waktu aktivitas saya bangeet. Saya jujur juga tidak menyangka kalo nilai kalian seperti ini. Tapi memang ini laa nilai sesuangguhnya yang sesuai dengan standar kompetensi kami. Mungkin kalo kalian membandingkan nilai kalian dengan kelas lain, nilai kalian jauh lebih rendah tapi saya yakin kualitas kalian lebih bisa dibuktikan. Saya sangat senang kalian aktif dikelas namun itu merupakan kompenen nilai yang berbeda dari nilai UTS. tenang saja.. UTS yaaa persentasi UTS, sedangkan keaktifan yaa nilai keaktifan di kelas. Mungkin ada yang nilai UTS-nya bagus, tapi itu belum bisa menjamin nilai keaktifannya baik karena saya selalu mencoba untuk memberikan nilai yang objektif, rasional, dan adil buat kalian. Saya berusaha untuk tidak membeda-bedakan kalian. Saya berusaha menjadikan kalian mahasiswa yang berkualitas. Tiap dikelas saya selalu memberikan feedback atau selingan cerita yang mampu membuat kalian sadar apa yang sebenarnya sedang kalian hadapi (hati saya tersentuh. itu memang bener banget). Mungkin mayang memang selalu aktif dikelas tapi itu nggak bisa ngejamin kalo nilai UTS-nya akan sangat bagus. Mereka yang memiliki kemampuan lebih dalam menghafal isi buku mungkin akan jauh lebih tinggi nilai nya ketika UTS daripada Mayang. Memang begitu. tiap orang ada bidang nya masing2. tenang saja saya akan membantu nilai kalian. saya tidak mau mahasiswa saya nilainya kecil-kecil namun kalian juga tetap harus menunjukan kalo kalian memang layak mendapatkan nilai yang tinggi. ( iya, mbak )."
Kemudian, beliau menunjukan lembar UTS kami. Setelah saya lihat dan saya bandingkan dengan nilai teman saya yang tertinggi dikelas, Saya memang layak hanya mendapat nilai itu. Beliau mengatakan, mungkin jika saya anak didik dari dosen yang memperhitungkan panjang atau pendeknya jawaban nilai saya akan tinggi. Karena memang saat itu saya menjawab dengan jawaban uraian panjang karena yang saya dengar jika psikologi itu mengutamakan logika akhirnya saya tidak terlalu runtut seperti isi buku. Beliau mengatakan, saya memang bagus menguraikannya namun terkadang ada butir-butir hal yang tidak sesuai dengan soal. Sehingga terpaksa mengurangi nilai saya. Bagi beliau, lebih baik jawaban singkat tapi menceritakan butir-butir intinya daripada uraian panjang tapi tidak tahu mengarah kemana (hati saya tersentak).
Setelah mengetahui apa saja kesalahan saya dalam menjawab soal UTS, kemudian saya ditawarkan untuk melihat hasil nilai LTM (Lembar Tugas Mahasiswa). Yaaa.. saya memang ingin mengetahuinya karena bagi saya nilai yang saya dapat itu bukan target saya. Ternyata semua nilai saya bagus hanya saja saya jatuh nilai di LTM terakhir. Itu karena topik LTM yang saya cari tidak sesuai dengan borang kelompok saya. Saya mencari mengenai "Karakteristik Warga Negara Indonesia yang Sesuai dengan Pancasila" tapi di borang hanya tertulis "Karakteristik Warga Negara Indonesia". Beliau mengatakan ini berbeda. Beliau mengacu kepada borang, jika tidak sesuai borang berarti yang menulis LTM yang kurang sesuai. Saya mengujarkan alasan saya bahwa saya memang disuruh mencari yang sesuai pancasila tapi saya tidak tahu kalau di borang tidak ditulis sesuai kesepakatan. Beliau mengatakan
"Mungkin memang begitu, kamu disuruh menulis yang sesuai pancasila. tapi saya menilai sesuai dengan standarnya. Jadi ini nilai yang kamu dapat".
Saya kecewa lagi tapi tetap harus tersenyum. Ini memang salah saya. mengapa saya kurang teliti melihat kerjaan kelompok saya? Bukankah begitu?
"Mungkin memang begitu, kamu disuruh menulis yang sesuai pancasila. tapi saya menilai sesuai dengan standarnya. Jadi ini nilai yang kamu dapat".
Saya kecewa lagi tapi tetap harus tersenyum. Ini memang salah saya. mengapa saya kurang teliti melihat kerjaan kelompok saya? Bukankah begitu?
Saya akhirnya mampu menerima hasil nilai UTS dan LTM yang telah dijelaskan. Saya mengerti itu memang ketelitian saya yang kurang dan kekritisan saya yang kurang. Saya berjanji sebelum menilai suatu hal harus berprasangka baik terlebih dahulu, kemudian dalam menghadapi berbagai persoalan tidak hanya soal ujian, sikap teliti dan kritis saya harus saya miliki !